Perjalanan Burung Gereja

 

 Cerpen: Andrei Platonov 

 Sumber: Kompas, Edisi 02/03/2002 

                SEORANG pemusik tua biasa bermain biola dekat sebuah patung Pushkin. Patung itu terletak di Moskwa. Patung yang keempat sisinya tertulis puisi dan dilapisi marmer pada tangganya itu bertempat di ujung Tverskoi Bulvar. Dengan menaiki tangga-tangga itu, pengamen tua menghadap ke bulevar ke arah jalan Nikitskie Vorota sambil menyentuh dawai-dawai biolanya. Di sekitar patung telah berkumpul anak-anak, orang-orang yang lewat, penjual-penjual majalah dan kios-kios sekitar, mereka semua terdiam menanti permainan musik.Di musim gugur terakhir Pak Tua memperhatikan tempat biolanya tergeletak di tanah seperti biasa, telah hinggap seekor burung gereja. Ia merasa bahwa burung itu belum tidur padahal sore sudah gelap. Si burung masuk sibuk dengan makanannya. Di sore lain, pemusik tua itu membuka kotak biolanya, dengan harapan jika datang burung yang kemarin, ia dapat memakan roti lunak yang terletak di dalam kotak tersebut. Sang burung tanpa kesulitan bertengger di atas roti di kotak dan dengan sibuknya mulai mematuk makanan yang telah tersedia. 
            Burung itu tampaknya sudah tua, sebagian besar bulunya telah beruban, dari waktu ke waktu ia dengan waspada menengok ke semua sisi, agar dengan pasti melihat musuh dan kawan, sementara pemusik memandanginya dengan penuh keheranan dengan mata hati-hati dan ingin tau. Pasti, burung gereja ini sudah sangat berumur atau menderita, karena ia memiliki otak yang sangat besar.Beberapa hari sang burung tidak kelihatan di bulevar, pada saat-saat ini, salju sudah mulai berguguran. Pak Tua, sebelum berangkat ke bulevar, setiap hari memotong kecil-kecil roti lunak dan hangat di kotak. Sudah lewat lima hari, tapi si burung tak juga hinggap berkunjung ke patung Pushkin. Violis tua, seperti sebelumnya menyediakan roti untuk burung gereja di kotak yang terbuka yang penuh dengan remah-remah roti. Namun perasaan pengamen itu sudah mulai tersiksa oleh menunggu, dan ia mulai melupakan si burung.Pak Tua harus melupakan banyak hal yang tak kembali dalam kehidupannya, ia berhenti meremukkan roti, hanya diletakkannya sepotong roti untuk di kotak, dan membiarkan tempat biola itu terbuka.
            Di kedalaman musim dingin mendekati tengah malam terlihat badai akan tiba. Pak Tua memainkan nomor terakhir Jalan Musim Dingin Schubert, dan bersiap pulang untuk beristirahat. Saat itu di antara angin dan salju, muncullah burung ubanan yang telah dikenalnya. Ia hinggap dengan cakarnya yang kurus di salju beku, lalu sedikit berputar sekitar kotak, yang ditiup angin kencang, tapi dengan acuh dan tanpa rasa takut terbang dan masuk ke kotak biola tersebut. Di situ burung gereja itu mulai mematuki roti, nyaris bersembunyi di kehangatan peti kecil yang empuk itu. Lama ia makan, mungkin setengah jam penuh. Badai salju hampir sepenuhnya menimbun sekitar kotak biola dengan salju, tapi sang burung tua masih asyik di dalam salju, sibuk dengan makanannya. Berarti ia mampu memakannya dalam waktu yang lama. Pak Tua mendekat ke kotak tersebut sambil membawa biola dan tangkai penggeseknya dan lama menunggu di antara angin, sampai sang burung keluar dari kotak biolanya itu. 
            Akhirnya si burung gereja keluar, membersihkan diri dalam gundukan salju kecil, sedikit berceloteh sesuatu dan berjalan pergi menuju tempatnya, tanpa keinginan terbang dalam dinginnya angin, agar tidak membuang tenaga sia-sia.Sore berikutnya, burung itu datang lagi ke patung Pushkin. Ia langsung menelusupkan diri ke kotak dan mengembat roti yang tersedia. Pak Tua mengintipnya dari ketinggian bawah patung, sambil memainkan musik dengan biolanya. Dari sana ada perasaan nyaman menelusupi hatinya. Sore itu cuaca tenang, kelihatannya lelah setelah guruh kemarin. Setelah makan, burung melesat tinggi dari boks dan menggumamkan lagu kecil di udara...Fajar tidak segera menyingsing, terjaga di kamarnya, si musisi-pensiunan mendengar nyanyi badai dari balik jendela. Salju beku dan keras telah menyebar cahaya sepanjang gang. Sementara kaca jendela masih malam, dalam kegelapan, berbaring hutan-hutan beku dan suara-suara dari negeri entah berantah.Pak Tua mengagumi permainan alam yang hidup itu, bahwa alam juga dahaga akan kebahagiaan yang lebih baik, seperti manusia, seperti musik.
            Hari ini terpaksa ia tak pergi bermain musik ke Tverskoi Bulvar, sebab badai akan datang, dan suara biola menjadi terlalu lemah karenanya. Biarpun begitu menjelang sore Pak Tua mengenakan juga mantelnya, membalut kepala dan lehernya dengan syal, meremukkan roti di kantung dan pergi keluar. Dengan susah payah, sesak nafas oleh kerasnya dingin dan angin, pemusik itu berjalan menyusuri gang menuju Tverskoi Bulvar. Sepi, hanya ranting-ranting pohon yang bergemeretak di Bulvar itu, dan cuma sesosok patung muram bergemerisik oleh salju yang beterbangan menimpanya. Pak Tua ingin menaruh gumpalan-gumpalan kecil roti di tangga patung, namun sadar bahwa itu percuma saja: badai sekejap akan menyapu roti itu dan salju akan menimbunnya. Walau begitu, ditaruhnya juga roti itu dan melihat bagaimana ia hilang di temaram badai.Si burung ubanan ternyata tak takut badai salju. 
            Hanya saja ia tak terbang ke Tverskoi Bulvar. Ia pergi ke sana berjalan kaki, karena di bawah sedikit lebih tenang dan bisa bersembunyi antara timbunan salju dan benda-benda lain sepanjang jalan.Si burung cermat mengamati semua daerah sekitar patung Pushkin dan bahkan sempat mengorek-ngorek dengan kakinya ke salju, tempat biasanya diletakkan kotak biola terbuka yang berisi roti. Beberapa kali ia mencoba terbang dari arah angin menuju tangga patung, untuk melihat apakah badai mengantar potongan-potongan roti atau biji-biji tua yang bisa ditangkap dan ditelan. Tapi badai langsung menyergap burung itu ketika ia keluar dari salju, dan mengenyahkannya sebelum sempat meraih ranting pohon atau tiang trem, dan seketika burung itu jatuh dan menyusup ke dalam salju untuk menghangatkan diri dan beristirahat. Si burung akhirnya mengurungkan harapannya atas makanan itu. Lebih dalam ia menggali lubang di salju, menyusutkan diri di dalamnya dan mulai mengantuk, hanya saja ia tidak kedinginan dan mati, dan badai satu saat berhenti. Ia tidur dengan tetap waspada dan penuh kepekaan mengamati gerak badai dalam tidurnya. 
            Antara mimpi dan malam yang ia merasai bahwa gundukan salju tempatnya tidur bergerak perlahan membawanya, sampai semua salju di sekitarnya mencair dan hilang, dan burung gereja menjadi sendirian dalam badai.Burung itu jauh terbawa dan terdampar pada ketinggian tertentu. Di sini bahkan salju pun tak ada, cuma angin bersih telanjang, keras oleh kekuatannya yang menyatu. Sang Burung sejenak berpikir lalu membenamkan diri dalam kehangatan tubuhnya dan tertidur...Pak Tua menyadari bahwa burung tua yang dikenalnya itu telah tewas akibat badai. Salju yang jatuh, hari-hari yang dingin dan angin sering kali tak mengizinkan Pak Tua untuk keluar ke Tverskoi Bulvar untuk memainkan biolanya. Hari-hari seperti itu biasanya ia di rumah, dan satu-satunya yang membuat hatinya tenang adalah dengan memandang kaca-kaca jendela yang membeku. Bulan Februari ia membeli seekor kura-kura kecil di sebuah toko binatang di Arbat. Suatu ketika pernah ia membaca bahwa kura-kura hidup lama, sebab Pak Tua tak ingin makhluk yang telah dekat dengan hatinya pergi mendahuluinya. Memang di usia senja jiwa tak gampang lupa, sering kali ia dibebani kenangan-kenangan. 
           Karenanya biarkan kura-kura yang menderita karena kepergiannya.Hidup bersama seekor kura-kura, membuat pemusik tua ini semakin jarang pergi ke patung Pushkin. Kini setiap sore ia memainkan biolanya di rumah, sementara kura-kura perlahan-lahan keluar ke tengah-tengah kamar, menggerak-gerakkan lehernya yang kurus dan panjang sambil mendengarkan musik. Ia menolehkan kepalanya sedikit ke arah manusia itu supaya bisa mendengarkan dengan lebih baik, sementara satu matanya yang hitam memandang ke arah pemusik itu dengan satu ungkapan yang pendek. Kura-kura itu mungkin saja khawatir kalau-kalau Pak Tua menghentikan permainannya sehingga ia kembali bosan hidup sendirian di lantai kosong. Tetapi kali ini pemusik tua ini memainkan musiknya hingga larut malam, sebelum kura-kura merebahkan kepalanya yang kecil ke lantai karena kelelahan dan tertidur. Setelah menunggu kura-kura benar-benar memejamkan matanya, Pak Tua diam-diam memasukkan biola ke dalam kotaknya dan ia pun merebahkan tubuhnya untuk beristirahat. Namun pemusik itu tak bisa tidur dengan tenang. 
           Sering kali ia terbangun dengan tiba-tiba dan dalam ketakutan akan kematian. Kemudian tampak seperti biasa saja, ia masih hidup, dan di balik jendela, di sebuah jalan kecil di Moskwa, malam yang hening masih berlalu. Pada bulan Maret, setelah terbangun dari kebekuan jiwa, Pak Tua mendengar sebuah gemuruh angin yang dahsyat; dinding kamar bergetar: angin, mungkin, berhembus dari selatan, dari arah musim semi. Dan lelaki tua itu teringat pada burung gereja dan bahwa yang dicintainya itu telah mati: sebentar lagi musim panas tiba dan di Tverskoi Bulvar kembali pepohon bermekaran, seandainya burung itu masih hidup. Dan di musim dingin ia pasti akan membawanya ke biliknya, dan burung itu pasti akan bersahabat dengan kura-kura dan dengan leluasa akan melewati musim dingin dalam kehangatan, seperti kita melewati masa pensiun. Pak Tua kembali terlelap, bertenang diri bahwa setidaknya ia masih punya seekor kura-kura yang hidup, dan itu cukup baginya.Sang burung juga tidur malam itu, walau ia juga melayang bersama angin badai selatan itu. Ia tersentak hanya ketika pukulan badai menghantam, dan ia lagi-lagi menenggelamkan diri dalam kehangatan tubuhnya, dengan cara mengkeratkan badannya.
           Ia terbangun ketika keadaan sudah terang; angin dengan kekuatan dahsyatnya telah membawanya ke negeri yang jauh. Burung itu memang tak takut terbang menyusuri ketinggian, ia bahkan bercanda-canda dalam lingkar badai yang keras dan jahat itu, berceloteh dalam dirinya sendiri ketika rasa lapar mulai menyambanginya. Dengan penuh kehati-hatian ia melihat sekitar, mencari benda-benda yang mungkin bisa dimakan. Dipandangnya dengan jeli: kadang-kadang hanya sebuah biji kecil yang ranum yang tampaknya dari suatu tempat yang hangat, kadang biji kacang, dan tak jauh darinya bahkan terbang segepok semak dan ranting. Ini mengisyaratkan bahwa angin tak membawanya sendirian. Sebuah biji kecil terbang dekat sekali, tapi untuk menangkapnya sangatlah sulit: burung itu beberapa kali mematuk, namun meraih biji itu tetap saja ia tak mampu, karena paruhnya seperti menyangga badai, yang keras seperti batu. Karenanya burung itu mulai berkisar ke sana ke mari seputar dirinya. Ia membalikkan diri dengan kaki-kaki kecilnya ke atas, melesat dengan satu sayap, dan angin langsung membawanya mula-mula ke arah biji yang terdekat, lalu dicobanya meraih yang lebih jauh. Tak hanya kenyang, ia juga belajar bagaimana cara melesatkan diri dalam badai. Selesai makan ia memutuskan untuk tidur. Sekarang ia merasakan diri lebih baik: makanan terbang di sekitarnya, sementara hawa dingin ataupun hangat di antara badai tak lagi dirasakannya.Kini setiap sore di musim semi pemain biola keluar untuk bermain musik di patung Pushkin. Ia membawa kura-kura bersama dan membiarkannya berdiam di dekat kakinya. 
           Selama musik dimainkan kura-kura itu sama sekali tak bergeming mendengarkan setiap gesekan biola, dan ketika Pak Tua beristirahat ia dengan sabar menanti kelanjutannya. Kotak biola seperti dulu, diletakkan di atas tanah di hadapan patung Pushkin, tapi tutup kotak itu kini selalu tertutup, karena pemusik tua itu tak lagi berpengharapan burung gereja ubanan datang menemuinya. Satu sore yang cerah angin berhembus disertai salju. Pemusik menyusupkan kura-kura ke rongga bajunya, meletakkan biola ke kotaknya dan bergegas menuju flatnya. Dua anak kecil berdiri di pintu gerbang sebuah rumah tinggal yang sudah tua, salah seorang berkata kepada pemusik itu:"Paman, belilah burung kami ini... Kami perlu untuk tambahan karcis bioskop!"Pemain biola itu berhenti."Baiklah," katanya, "darimana kalian mendapatkannya?""Di atas batu... Jatuh sendiri ia dari langit," jawab anak kecil dan menyerahkan burung itu dalam dua genggam tangannya kepada pemusik.Burung itu mungkin sudah mati. Pak Tua menaruhnya di sakunya, memberi anak itu dua puluh kopek dan pulang.
            Setibanya di rumah pemusik itu mengeluarkan burung kecil itu dari kantung sakunya. Seekor burung gereja tua ubanan tergolek di tangannya; matanya tertutup, kaki-kaki kecilnya lemah dan satu sayapnya menggantung tanpa daya. Tak tahu, apakah ia mati suri atau mati benar. Untuk berjaga-jaga Pak Tua meletakkannya di rongga dalam kemeja tidurnya, entah esok pagi ia menghangat dan siuman, entah ia takkan terbangun untuk selamanya.Setelah menghabiskan tehnya, pemusik itu dengan hati-hati merebahkan diri tidur miring, supaya tidak menggencet burung itu.Sesaat Pak Tua tertidur, tapi segera terbangun, ketika burung itu bergerak-gerak di balik baju tidurnya dan mematuk tubuh Pak Tua. "Hidup," pikir Pak Tua. "Berarti hatinya telah menjauh dari kematian!" Lalu dikeluarkannya burung gereja itu dari kehangatan di balik baju tidurnya.Pemusik itu meletakkan burung kecil itu di kolong dekat kura-kura. Sementara kura-kura masih pulas di dalam tempurungnya. 
            Di sekitar situ ada kapas-kapas yang empuk dan nyaman buat burung itu.Pagi hari Pak Tua terbangun dan melihat apa yang sedang dilakukan si burung di tempat kura-kura.Burung gereja itu tergeletak di atas kapas dengan kaki-kaki kecilnya menjulur ke atas, dan kura-kura mengulurkan lehernya, memandangi sang burung dengan tatapan penuh kasih dan kesabaran. Burung itu telah mati dan melupa untuk selamanya, bahwa pernah ada di dunia.Sore hari pemusik tua tak pergi ke Tverskoi Bulvar. Ia mengeluarkan biola dari kotaknya dan mulai memainkan musik yang lembut penuh cita. Kura-kura keluar ke tengah-tengah kamar dan mendengarkan sendirian. 
           Tapi dalam musik ada sesuatu yang tak tersampaikan untuk membalur kegetiran hatinya yang dalam. Karenanya diletakkannya biola di tempatnya dan menangis, karena tak semua bisa diungkapkan oleh musik, dan pada akhirnya tinggal manusialah yang merasai kehidupan dan penderitaan.** Andrei Platonov (1899-1951) yang nama aslinya Andrei Platonovich Klimentov adalah seorang sastrawan Rusia pada masa Soviet. Dalam karya-karyanya ia banyak menyoroti kehidupan manusia dan hubungannya dengan alam, kematian, dan keabadian. Karyanya yang termasyhur antara lain Chevengur dan Kotlovan. Sebagian besar karyanya diterbitkan ketika ia telah meninggal dunia. ***Cerpen Perjalanan Burung Gereja dialihbahasakan dari bahasa Rusia oleh A Fahrurodji. 
Perjalanan Burung Gereja 4.5 5 Om Dadi  Cerpen: Andrei Platonov   Sumber: Kompas, Edisi 02/03/2002                  SEORANG pemusik tua biasa bermain biola dekat sebuah patun...


2 comments:

  1. Untuk yang lagi galau, yang lagi bosan tidak tahu mau ngapain,
    tenang,,sekarang ada yang akan menghibur kalian sekaligus
    mengisi hari-hari kalian dengan games" online yang pastinya tidak akan
    mengecewakan kalian deh...

    yuk ikutan gabung bersama Pesonasaya.com
    Dapatkan Bonus Rollingan TO Sebesar 0,3 - 0.5% / Hari
    Bonus Referral Sebesar 20% Seumur Hidup

    * Minimal deposit hanya Rp 20.000
    * Minimal tarik dana Rp 20.000
    * Dilayani oleh CS profesional dan ramah
    * 24 jam online
    * Proses Depo & WD super cepat
    * No ROBOT MURNI PLAYER VS PLAYER
    * kamu berkesempatan menangkan Jackpot setiap harinya.

    Info lebih lanjut silahkan hubungi CS 24 Online Setiap hari melalui :
    * PIN BBM : 7A996166
    * WA : +85511817618

    Salam Sukses Pesonaqq.com

    ReplyDelete
  2. Untuk yang lagi galau, yang lagi bosan tidak tahu mau ngapain,
    tenang,,sekarang ada yang akan menghibur kalian sekaligus
    mengisi hari-hari kalian dengan games" online yang pastinya tidak akan
    mengecewakan kalian deh...

    yuk ikutan gabung bersama Pesonasaya.com
    Dapatkan Bonus Rollingan TO Sebesar 0,3 - 0.5% / Hari
    Bonus Referral Sebesar 20% Seumur Hidup

    * Minimal deposit hanya Rp 20.000
    * Minimal tarik dana Rp 20.000
    * Dilayani oleh CS profesional dan ramah
    * 24 jam online
    * Proses Depo & WD super cepat
    * No ROBOT MURNI PLAYER VS PLAYER
    * kamu berkesempatan menangkan Jackpot setiap harinya.

    Info lebih lanjut silahkan hubungi CS 24 Online Setiap hari melalui :
    * PIN BBM : 7A996166
    * WA : +85511817618

    Salam Sukses Pesonaqq.com

    ReplyDelete

Silahkan kasih komentar anda di kolom komentar di bawah.
Dengan baik,sopan,ramah dan penuh tanggung jawab, agar bisa memberikan kenyamanan bagi pengunjung lain.terimakasih sudah mengunjungi blog ini :), Tapi maaf di larang berkomentar spam di antaranya:
1. Di larang berkomentar OOT (Out Of Topik) di luar topik/ postingan di atas
2. Di larang komentar iklan-jualan obat-obatan
3. Di larang meninggalkan Link aktif (Alamat Web/Blog)
Jika ingin OOT atau Ninggalin Link Aktif silahkan masuk di menu CONTACT di atas, bagi yang melanggar akan di hapus oleh admin :) . Berkomentarlah yang sesuai dengan postingan di atas Terimakasih